a. Cerita tokoh
Sebelum penulis beranjak ke pembahasan, penulis akan menceritakan tentang kehidupan syekh siti jenar.
Syekh Siti Jenar lahir sekitar tahun 829 H/1348 C/1426 M, dia
memiliki nama kecil San Ali, dia anak dari Syekh Datuk Shaleh, seoarng
ulama dari malaka yang pindah ke Cirebon karena adanya ancaman politik
di Kesultanan Malaka yg sedang dilanda kemelut kekuasaan pada akhir
tahun 1424 M, masa transisi kekuasaan Sultan Muhammad Iskandar Syah
kepada Sultan Mudzaffar Syah.
Syekh siti jenar pernah merantau mencari ilmu ke Baghdad, Irak
(kira-kira abad 15 – 16 M – itu masa hidupnya). ketika di Baghdad dia
diajar oleh seirang kakek yang menurut riwayat ajarannya lebih
mementingkan dzikir dari pada sholat. Hal itu adalah faktor yang
menyebabkannya dianggap sesat.
Suatu hari ketika syekh siti jenar sedang dikamar, dia dipanggil oleh
seorang murid yang diperintah oleh para wali, murid itu berkata sambil
mengetuk pintu “Apakah syekh siti jenar ada?” Syekh menjawab “Tidak,
disini hanya ada gusti (Allah)”. Murid itu bingung lalu dia pergi
menemui Syekh Maulana Maghribi, dan syekh itu menyuruh kambali murid itu
ke kamar Syekh Siti Jenar dan mengganti nama syekh dengan gusti, lalu
dia pun pergi dan kembali memanggil Syekh Siti Jenar, dia berkata
“Apakah gusti ada?” Syekh menjawad “ tidak ada gusti yang ada hanya
Syekh Siti Jenar” jawabnya dengan nada rendah. Murid menjadi lenbih
bingung dan dia mengadukan apa yang dia dengar kepada para wali.
Setelah itu Syekh Maulana Maghribi menuduh Syekh Siti Jenar bahwa
dia mengaku sebagai Allah. Atas tuduhan itu, karena itu Sunan Kalijogo
menanyakan apakah benar tuduhan tersebut, beliau mengakuinya benar
adanya, maka dewan wali dalam sidangnya sepakat untuk menjatuhkan
hukuman mati bagi si tertuduh, dan Sekh Siti Jenar menerima putusan
tersebut agar segera dilaksanakan, dan yang harus melaksanakan keputusan
tersebut yaitu Sunan Kudus dengan keris Ki Kantanaga yang diberikan
oleh Sunan Gunung Jati.
Sebelum eksekusi berlangsung, terjadilah kejadian yang sangat
mencengangkan masyarakat karena memang disaksikan secara terbuka
dihalaman masjid Agung Cirebon, dan dialog tersebut diantaranya sebagai
berikut:
Menempelnya keris Ki Kantanaga ke jasad Syekh Siti Jenar, terdengar
suara yang sangat keras seprti beradunya kedua besi yang sangat besar,
lalu para Wali saling tersenyum, sambil berkata, “Masa ada ALLAH seperti
besi ?”
Syekh Siti Jenar menjawab, “Coba, tusuklah sekali lagi,”
Ketika tusukan kedua, Syekh Siti Jenar menghilang tidak ada ujud jasadnya.
Para Wali berkata kembali, “Masa matinya ALLAH seperti syaitan?”
Secepat kilat Syekh Siti Jenar menampakan diri lagi, sambil berkata, “ Coba tusuk sekali lagi?”
Ketika tusukan ketiga, Syekh Siti Jenar membujur tergolek di lantai
masjid, dari lukanya keluar darah merah, dan para Wali berkata kembali,”
Masa matinya ALLAH seperti kambing?
Syekh Siti Jenar bangun hidup kembali tanpa luka dan berkata, “Coba tusuk sekali lagi?”
Kemudian pada tusukan keempat , Syekh Siti Jenar rebah, mati dan dari
lukanya mengalir darah putih, seketika itu para wali berkata kembali,”
Masa matinya ALLAH seperti cacing!”, karena berkali-kali tusukan selalu
mati, hidup, mati, hidup, maka, Syekh Siti Jenar berkata, “ Lalu harus
bagaimana mati saya menurut keinginan anda?”dan dijawab oleh seluruh
Wali,” Biasa!”, seperti orang tidur badannya lemas, begitulah mati bagi
seorang Insanul Kamil”
Sesudah itu ditusuklah jasadnya dan wafatlah Syekh Siti Jenar seperti
umumnya manusia, jasadnya mengecil sebesar kuncup bunga melati dan
baunya semerbak mewangi bau harumnya melati.
b. Pembahasan
Dari cerita diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa cerita ditekankan
pada Syekh Siti Jenar yang beranggapan bahwa dirinya adalah Allah, dalam
hal ini Syekh Siti Jenar terlihat Seperti Al Hallaj dari irak, yang
beranggapan bahwa dirinya adalah Allah.
Dalam “Manunggaling Kawula Gusti ” ajaran Syekh Siti Jenar, dituliskan syair yang berbunyi:
Aku ini adalah diriMu
Jiwa ini adalah jiwaMu
Rindu ini adalah rinduMu
Darah ini adalah darahMu
Bagian manakah dari dirimu yang bukan dariNya?
Tapi jangan kotori Nur Ilahi dengan bejatnya nafsumu
Karna itu sucikanlah,
dan tegapkan langkah,
untuk menuju status,
Manunggaling Kawula Gusti
Syair itu agak mirip dengan akhiran Surah Qaf ayat 16: “Dan
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang
dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat
lehernya.”
Mungkin itu yang menyebabkan Syekh Siti Jenar beranggapan bahwa
dirinya adalah Allah, secara harfiyah hal itu terlihat sesat, karena dia
beranggapan sebagai Allah, tapi jika dikaji lebih dalam maksudnya
adalah bahwa dalam dirinya ada bagian dari Allah, dalam hatinya, dalam
inti hati kecilnya yaitu firmanNYA.
Dalam hati terdapat firman Allah, hal itu bisa dibuktikan dengan
teori sains terbaru yang diutarakan Stephen Wolfram dalam bukunya “New
Kind Of Science” yang walaupun tidak membahas tentang firman Allah,
namun dalam buku itu dikatakan bahwa segala benda berasal dari kumpulan
kata-kata, jadi mungkin maksud bahwa aku adalah Allah adalah dalam
hatiku ada Allah.
Maksud dari kata-kata ‘dalam hatiku ada Allah’ ada dua, yaitu:
- Dalam hatiku ada Allah, Seperti yang telah diterangkan sebelumnya bahwa dalam hati manusia ada firman Allah.
- Dalam hatiku ada Allah, bahwa dia selalu mengingat Allah swt dengan dzikir.
Jika dilihat dari arti terakhir surah Qaf ayat 16 dikatakan bahwa
“Aku lebih dekat dari urat lehermu”, maksudnya adalah Allah Maha
Mengetahui.
Ajaran Syekh Siti Jenar bernama Manunggaling Kawula Gusti, menurut
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. maksud dari Manunggaling Kaula Gusti
adalah
fana fillah yang artinya adalah ketaatan yang sempurna
terhadap Allah SWT, hal itu dikatakan menurut surah an nisa ayat 69:
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah,
Yaitu: Nabi-nabi, Para shiddiiqiin[314], orang-orang yang mati syahid,
dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.”
Dalam hal ini kita bisa melihat bagaimana kedekatan antara Syekh
Siti Jenar dengan Allah swt, begitu dekatnya hingga yang dilakukannya
hanya dzikir. Dalam cerita dikatakan bahwa Syekh Siti Jenar tidak
melakukan ibadah sholat melainkan hanyalah dzikir, sebenarnya shalat
merupakan bagian dari dzikir,sehingga tidak perlu mengatakan sholat jika
sudah mengatakan dzikir, karena dalam dzikir sudah termasuk sholat.
Jika dilihat dari penjelasan pertama, kita bisa menyimpulkan cara
mengajar Syekh Siti Jenar adalah langsung kepada intinya tanpa memberi
tahu bagaimana cara kesimpulan itu bisa didapat. Cara itu tidaklah salah
bagi orang yang sudah berilmu, tapi kurang tepat bagi orang yang awam
terhadap agama, hal ini dapat menimbulkan kesalahan presepsi bagi para
pengikutnya, mungkin hal itu yang menyebabkan para wali menjadi gusar,
karena mereka takut akan terjadinya kesesatan, hal itu yang menyebabkan
para wali berusaha membunuh paham yang salah, yang ditimbulkan dari
kurang tepatnya Syekh Siti Jenar mengajar.
Jika diibaratkan Syekh Siti Jenar Seperti orang yang mengajarkan
pelajaran SMA kepada anak SD, sehingga menimbulkan kemelencengan inti
dari apa yang diutarakan oleh Syekh Siti Jenar itu sendiri. Hal ini
berbanding lurus dengan arti nama Syekh Siti Jenar itu sendiri, yaitu:
a. Syekh: menurut bahasa, kata “syekh” adalah setiap orang yang sudah
berumur lebih dari 40 tahun, itu dinamakan syekh baik orang itu mukmin
atau orang itu kafir.
Menurut istilah, kata “syekh” adalah setiap orang yang mempunyai ilmu hakekat, walaupun orang itu berusia sebelum 40 tahun.
b. Siti: singkatan yaitu “isinya hati”. Tempatnya di dalam hati, bukan di bibir atau lisan.
c. Jenar : kuning. Kuning itu warna penyakit. Atau juga kebahagiaan,
seperti dalam Al-Qu’an surat Al-Baqoroh ayat 69: “Mereka berkata:
“Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami agar Dia menerangkan kepada Kami
apa warnanya.” Musa menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi
betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya,
lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya.”
Jadi Siti Jenar artinya, penyakit dalam hati, yang bisa diibaratkan
lagi suatu yang buruk di tempat yang baik. Jika dibalikan akan menjadi
hal yang baik di tempat yang buruk. Jika ditambah syekh yang di
ibaratkan menjadi ilmu maka,
syekh siti jenar berarti suatu ilmu yang tidak pada tempatnya.
Dalam Kitab Jamius Shaghir Bab huruf Tha hal 194 ada sebuah hadits
yang bunyinya : Bersabda Rasulullah SAW : “Tiap-tiap orang muslim yang
meletakkan ilmu bukan pada ahlinya laksana mengalungkan permata berlian
dan mutiara serta emas di lehernya celeng.” (‘an Anas rowahu Ibnu
Majjah).
Dalam cerita dikatakan bahwa ketika Syekh Siti Jenar akan dibunuh
terjadi keanehan-keanehan seperti, badan seperti besi, menghilang, mati
seperti kambing, mengucur darah putih, dan terakhir mati dan jasadnya
berubah menjadi kuncup bunga mawar yang wangi. Hal-hal tersebut tidaklah
masuk akal, tapi jika kita lihat dari penjelasan sebelumnya yang
dimaksud dibunuh para wali bukanlah syekh siti jenar melainkan paham
yang ada dimasyarakat yang ditimbulkan karena kesalahan mengajar syekh
siti jenar, karena syekh siti jenar adalah penyebar dari paham itu, maka
dia harus bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan.
Dalam cerita dikatakan bahwa dia mengakui bahwa dirinya adalah Allah,
sehingga dia rela untuk diadili, itu berarti dia sudah mengalah untuk
diadili dalam artian meluruskan paham sesuai situasi dan kondisi.
Ketika dihukum mati Syekh Siti Jenar ditusuk, namun tusukan itu tidak
menembus badannya karena badannya berubah menjadi keras seperti besi,
itu berarti ketika diadili dia menolak dengan “keras” dalam artian apa
yang diutarakan wali untuk menjatuhkannya dengan mudah ditangkis.
Menghilang, maksudnya adalah ketika dia tidak menghindar dari terkaan
para wali melainkan menjawab dengan cara yang tidak bisa diduga. Mati
seperti kambing karena dia mengalah seperti dalam cerita dia rela
ditusuk yang maksudnya dia mengalah, tapi dia mengalah dengan cara yang
hina seperti kematian seekor kembing.
Hal itu membuat para wali menjadi kecewa seperti yang dikatakan dalam
cerita bahwa para wali mengejeknya, lalu dia menantang kembali para
Wali agar mereka mau beradu argumen lagi, seperti dalam cerita dia hidup
lagi dan berkata “ Coba tusuk sekali lagi?”. Mati dengan darah putih,
maksudnya dia mengalah dengan cara yang aneh, karena jika dilihat, darah
menyimbolkan najis, dan putih menyimbolkan suci, dan najis yang suci
adalah hal yang aneh, dan tidak ada. Terakhir dia mati dengan jasad yang
berubah menjadi kuncup bunga yang wangi, maksudnya dia mengalah dengan
terhormat, seperti kuncup bunga bunga yang wangi. Kuncup bunga yang
wangi bisa diartikan sebagai suatu awal dari kebaikan atau kebenaran.
Lalu dari penjelasn diatas apa hubungan antara penjelasan tadi dangan
tema(ruh sejati muslim)? Kita lihat bagaimana Syekh Siti Jenar begitu
dekat dengan Allah.
Menurut penulis Syekh Siti Jenar sudah mendapatkan ruh sejati seorang
muslim, sehingga penulis menulis makalah ini bertujuan memberikan
contoh manusia yang sudah mencapai ruh sejati itu yaitu fana fillaah
atau menurut Syekh Siti Jenar adalah manunggaling kawula gusti atau ada
yang menyebutkan manunggaling kawula kalawan gusti, karena penulis rasa
sudah banyak yang menerangkan tentang pengertian ruh sejati muslim, oleh
sebab itu kita harus melihat bagaimana Syekh Siti Jenar mengikuti
Rosululloh SAW dan menirunya, agar mendapat tingkatan spiritual
tertinggi sepertinya(Rosululloh SAW) meskipun kita tidak bisa
menyamainya.