Sunday, March 4, 2012

THE S.I.G.I.T

Promosi Word of Mouth
The S.I.G.I.T adalah satu dari sekian band yang lahir di periode 2000 di Bandung. Sebuah masa dimana menurut mereka adalah stagnan dan pasif jika dibandingkan dengan periode musik era 90-an di Bandung. “Kalau dilihat dari intesitas acara, tahun 90’an scene-nya lebih hidup. Walaupun acara-acara yang diadakan masih modal udunan (patungan) dan non-profit, namun semua pelaku yang terlibat di dalamnya sangat aktif dan sungguh-sungguh. Etos DIY (Do It Yourself) sangat kuat pada masa itu. Hampir semua band yang punya lagu sendiri merilis album (dengan modal sendiri juga),” ucap Rekti.
Namun walau The S.I.G.I.T lahir di era musik yang bisa dikatakan tidak cukup bergeliat dibandingkan era sebelumnya, mereka mengakui bahwa peran berbagai komunitas yang tersebar di Bandung ini cukup berperan pada karir mereka pada khususnya dan karir banyak band independent lainnya di kota Bandung. Semenjak periode 90-an, Bandung dikenal sebagai kota kreatif yang memiliki ikatan berbagai komunitas yang cukup kuat. Dari situlah, semua sektor yang ada saling melengkapi.

“Komunitas itu biasa terbentuk tanpa sengaja. Biasanya awalnya hanya bermain bersama dan berlanjut menjadi sebuah kegiatan bersenang-senang. Hal ini membuat orang-orang yang terlibat menjadi lebih santai. Lebih mengedepankan sisi kekeluargaan atau pertemanan serta mudah berbaur. Makanya jarang ada perselisihan antar komunitas karena batas antara komunitas yang satu dengan yang lainnya juga tidak jelas. Keuntungan dari kondisi tersebut adalah: semua orang kenal semua orang (everyone knows everyone) dan relasi terjalin lebih mudah dan cepat. Kemudian terjadilah penyebaran berita mengenai sebuah band (word of mouth), berita sampai ke tangan orang yang tepat (radio, majalah, label, dll yang biasanya juga masih dalam lingkaran everyone knows everyone) Pada akhirnya sebuah band mendapatkan apa yang mereka butuhkan.” kata Rekti.
Hubungan erat antar komunitas ini terus berjalan beriringan. Semua sektor saling terkait. Dari musik hingga fashion. Dari sini, musik pun dapat menjadi salah satu faktor pendukung industri kreatif. Contoh paling nyata adalah merchandise band. Rekti berpendapat, “Penjualan merchandise seperti kaos adalah contoh komoditi ekonomi sebuah band yang paling gamblang. Jika sebuah band memiliki penggemar yang banyak dan memiliki produk merchandise yang menarik tentunya penjualannya akan berbanding lurus. Menurut saya sih hubungan antara band dan sebuah clothing adalah mutual. Sebuah band yang bagus akan menarik perhatian pembeli produk clothing. Sebaliknya sebuah clothing yang kredibilitasnya bagus akan membantu mengangkat nama band.”
Satu hal yang pasti, target pasar dari penjualan merchandise sebuah band adalah penggemar dari si band itu sendiri. Semakin besar komunitas penggemar pada sebuah band, maka akan besar juga kemungkinan merchandise tersebut akan dikonsumsi. Untuk The S.I.G.I.T mereka telah memiliki basis penggemar yang cukup besar. Penggemar The S.I.G.I.T menamakan diri mereka sebagai The Insurgent Army.
The Insurgent Army berawal dari penggemar yang dulu bersekolah di Taruna Bakti. Mereka selalu hadir dalam setiap pertunjukkan dan selalu bertambah jumlahnya setiap kalinya. “Peran penggemar yang paling terasa adalah upaya mereka dalam membantu kami menyebarkan berita atau word of mouth. Semakin luas cakupan word of mouth, semakin kuat fanbase. Maka dari itu bisa saya katakan kalau The S.I.G.I.T bisa seperti sekarang karena bantuan dan antusiasme dari fanbase. Tanpa ada mereka kami tidak akan seperti sekarang mengingat minimnya coverage dari media besar seperti televisi,” ujar Rekti mengenai basis penggemar The S.I.G.I.T yang ia sangat hargai itu.

No comments:

Post a Comment