Tuesday, July 10, 2012

5 Penyebab Rendahnya Pemberian ASI Eksklusif


  
 

Ruang “pojok ASI” di Pasar Agung, Kota Denpasar, Bali, Kamis (1/3). Ruang itu diperuntukkan bagi kaum ibu yang menginginkan kenyamanan saat menyusui bayi mereka.
 
 
 
JAKARTA, KOMPAS.com – Tingkat pemberian ASI Eksklusif di Indonesia masih rendah. Kurangnya pengetahuan tentang manfaat ASI dan gencarnya promosi susu formula membuat banyak ibu gagal menyusui. Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu Anak Kementerian Kesehatan Slamet Riyadi Yuwono menyebutkan, berdasarkan data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2010, baru ada 33,6 persen bayi umur 0-6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif. Bahkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menyebutkan, hanya 15,3 persen bayi umur kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif.
Slamet mengatakan, setidaknya ada 5 (lima) hal yang mempengaruhi dan menyebabkan rendahnya pemberian ASI eksklusif di Indonesia.  Berikut ini adalah pemaparannya :
1. Belum semua RS terapkan 10 LMKM (Langkah Menunju Keberhasilan Menyusui)

Dulu, kata Slamet, ketika era tahun 1990-an, pemerintah pernah membuat sebuah program yang disebut Friendly Babby Hospital. Kegiatan ini dimaksudkan untuk merangsang fasilitas layanan kesehatan untuk turut berpartisipasi dalam membantu upaya pemerintah menyukseskan pemberian ASI eksklusif dengan pemberian sebuah penghargaan.
2. Belum semua bayi memeroleh IMD

Inisiasi Menyusui dini (IMD) adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan, di mana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri (tidak disodorkan ke puting susu). Inisiasi Menyusu Dini akan sangat membantu dalam keberlangsungan pemberian ASI eksklusif (ASI saja) dan lama menyusui.
“Tantangan justru datang dari internal yakni tenaga kesehatan yang harus ditingkatkan awareness dan pemahamannya tentang IMD. Dokter, perawat, dan bidan harus harus paham betul tentang hal ini,” kata Slamet di Kantor Kementerian Kesehatan, Jumat (8/6/2012).
3. Jumlah konselor menyusui masih sedikit

Secara nasional, jumlah konselor menyusui baru mencapai 2.921 orang. Jumlah ini masih terlalu kecil dari target yang dibutuhkan sekitar 9.323 konselor. Slamet mengatakan, ketersediaan konselor menyusui di fasilitas pelayanan kesehatan turut mempengaruhi peningkatan keberhasilan pemberian ASI.
Oleh karenanya, Kemkes mengupayakan agar setiap pelayanan kesehatan terutama di Puskesmas dan Rumah Sakit tersedia konselor menyusui untuk membantu para ibu yang memiliki kendala memberikan ASI.
“Sering terjadi, produksi ASI bagus tapi si ibu salah atau tidak tahu cara memberikan dan memerah ASI. Di sinilah konselor itu dibutuhkan,” katanya.
4. Promosi susu formula masih gencar
“Ini yang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 33 tahun 2012 tentang ASI eksklusif. Kalau diperhatikan, tidak jarang papan Puskesmas malah menggunakan sponsor pabrik susu. Lalu ada kalender cara menghitung tinggi badan yang ada sponsor susu,” katanya.
Slamet menambahkan, banyak produsen susu yang “membantu” Puskesmas untuk misalnya menyelenggarakan program sosial ke masyarakat seperti misalnya sunatan dan penyediaan infrastruktur, padahal kita tahu kegiatan itu tidak lebih adalah sebuah promosi yang tersembunyi.
“Yang dilarang sebenarnya promosinya bukan penggunaan susunya. Kalau ada indikasi medis pada bayi, silakan kasih susu formula. Tapi jangan sampai ibu-ibu yang mustinya bisa memberikan asi, tidak jadi memberikan karena faktor-faktor promosi tadi,” jelasnya.
5. Belum semua kantor dan fasilitas umum membuat ruang menyusui
Belum semua kantor dan fasilitas umum melaksanakan peraturan bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kesehatan tentang peningkatan pemberian air susu ibu selama waktu kerja ditempat kerja.
Dengan hadirnya PP 33/2012 tentang ASI, tempat-tempat umum seperti kantor wajib hukumnya menyediakan tempat untuk menyusui dan memerah susu termasuk pabrik. Hal ini senapas dengan bunyi PP nomor 33 pasal 30 (3) yang mengatakan, pengurus tempat kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan atau memerah ASI sesuai dengan kondisi kemampuan perusahaan.
“Tahun ini kita mulai dengan 40 kabupaten yang dibiayai oleh APBN, yang kita berikan model bagaimana kantor-kantor membuat tempat untuk menyusui atau menyimpan susu sehingga ibu bisa mengeluarkan ASI,” katanya.

No comments:

Post a Comment