Pendahuluan
Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) adalah suatu keluarga yang
mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya.
Suatu keluarga disebut KADARZI apabila telah berperilaku gizi yang baik
yang dicirikan minimal dengan:
a. Menimbang berat badan secara teratur.
b. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur
enam bulan (ASI eksklusif).
c. Makan beraneka ragam.
d. Menggunakan garam beryodium.
e. Minum suplemen gizi sesuai anjuran.
Untuk
mewujudkan perilaku KADARZI, sejumlah aspek perlu dicermati. Aspek ini
berada di semua tingkatan yang mencakup 1) tingkat keluarga, 2) tingkat
masyarakat, 3) tingkat pelayanan kesehatan, dan 4) tingkat pemerintah.
Di tingkat keluarga, aspek tersebut adalah i) pengetahuan dan
keterampilan keluarga dan ii) kepercayaan, nilai dan norma yang berlaku.
Sementara, di tingkat masyarakat yang perlu diperhatikan sebagai faktor
pendukung perubahan perilaku keluarga, adalah i) norma yang berkembang
di masyarakat dan ii) dukungan pemangku kepentingan (stakeholders) yang
mencakup eksekutif, legislatif, tokoh agama/masyarakat, LSM, ormas,
media massa, sektor swasta dan donor. Di tingkat pelayanan kesehatan
mencakup pelayanan preventif dan promotif. Di tingkat pemerintahan
mencakup adanya kebijakan pemerintah yang mendukung dan pelaksanaan
kebijakan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Permasalahan
1. Tingkat Keluarga
Pada
umumnya keluarga telah memiliki pengetahuan dasar mengenai gizi. Namun
demikian, sikap dan keterampilan serta kemauan untuk bertindak
memperbaiki gizi keluarga masih rendah. Sebagian keluarga menganggap
asupan makanannya selama ini cukup memadai karena tidak ada dampak buruk
yang mereka rasakan. Sebagian keluarga juga mengetahui bahwa ada jenis
makanan yang lebih berkualitas, namun mereka tidak ada kemauan dan tidak
mempunyai keterampilan untuk penyiapannya.
Gambaran perilaku gizi
yang belum baik juga ditunjukkan dengan masih rendahnya pemanfaatan
fasilitas pelayanan oleh masyarakat. Saat ini baru sekitar 50 % anak
balita yang dibawa ke Posyandu untuk ditimbang sebagai upaya deteksi
dini gangguan pertumbuhan. Bayi dan balita yang telah mendapat Kapsul
Vitamin A baru mencapai 74 % dan ibu hamil yang mengkonsumsi Tablet
Tambah Darah (TTD) baru mencapai 60 %.
Sementara itu perilaku gizi
lain yang belum baik adalah masih rendahnya ibu yang menyusui bayi 0-6
bulan secara eksklusif yang baru mencapai 39 %, sekitar 28 % rumah
tangga belum menggunakan garam beryodium yang memenuhi syarat dan pola
makan yang belum beraneka ragam.
Masalah lain yang menghambat
penerapan perilaku KADARZI adalah adanya kepercayaan, adat kebiasaan dan
mitos negatif pada keluarga. Sebagai contoh masih banyak keluarga yang
mempunyai anggapan negatif dan pantangan terhadap beberapa jenis makanan
yang justru sangat bermanfaat bagi asupan gizi.
2. Tingkat Masyarakat
Penanggulangan
masalah kesehatan dan gizi di tingkat keluarga perlu keterlibatan
masyarakat. Dari berbagai studi di Indonesia, ditemukan bahwa masalah
kesehatan dan gizi cenderung dianggap sebagai masalah individu keluarga,
sehingga kepedulian masyarakat dalam penanggulangan masalah kesehatan
dan gizi masih rendah.
Keterlibatan dan perhatian pihak LSM di pusat
dan daerah terhadap masalah kesehatan dan gizi masyarakat belum memadai.
Hal serupa terjadi juga pada peranan tokoh masyarakat dan tokoh agama
yang sebetulnya memiliki pengaruh yang kuat di masyarakat tetapi belum
berperan secara optimal. Demikian pula dengan keterlibatan pihak swasta
atau dunia usaha yang seharusnya memiliki potensi besar dalam promosi
KADARZI.
3. Tingkat Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan
yang mencakup pelayanan preventif dan promotif sangat diperlukan dala
mewujudkan KADARZI. Namun demikian kajian saat ini menunjukkan bahwa
pelayanan kesehatan masih menitikberatkan pada upaya kuratif dan
rehabilitatif. Di lapangan saat ini kegiatan dan ketersediaan media
promosi masih sangat terbatas.
Peran Perawat Komunitas dalam Kadarzi
Dengan
diketahuinya permasalahan yang terdapat pada tingkat keluarga,
masyarakat dan pelayanan kesehatan maka peran yang dilakukan oleh
seorang perawat komunitas dalam kontes Kadarzi adalah dalam bentuk
kegiatan :
Promosi Kesehatan
Promosi Kesehatan adalah upaya untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh,
untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya
sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat
sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang
berwawasan kesehatan.
Promosi KADARZI
Promosi KADARZI adalah
upaya untuk meningkatkan kemampuan keluarga melalui pembelajaran dari,
oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar dapat mengenal, mencegah dan
mengatasi masalah gizi setiap anggotanya, serta mengembangkan kegiatan
yang bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan
didukung oleh kebijakan publik yang mendukung upaya KADARZI
Pemantauan Promosi KADARZI
Pemantauan
promosi KADARZI merupakan upaya supervisi dan mereview kegiatan promosi
yang dilaksanakan secara sistimatis oleh pengelola program untuk
melihat apakah pelaksanaan kegiatan sudah sesuai dengan yang
direncanakan
Peran lain yang juga sangat penting dan bisa
dilakukan oleh seorang perawat komunitas adalah sebagai petugas
pendamping dan dalam hal ini maka peran persebut meliputi kegiatan :
1. Membuat jadwal kunjungan rumah keluarga sasaran.
Petugas
pendamping membuat jadwal kunjungan berdasarkan kesepakatan dengan
keluarga sasaran. Kunjungan direncanakan sesuai dengan berat ringannya
masalah gizi yang dihadapi keluarga.
2. Melakukan kunjungan ke keluarga sasaran secara berkelanjutan.
Petugas
pendamping melakukan kunjungan ke keluarga sasaran yang berjumlah 10-20
keluarga. Masing-masing keluarga sasaran akan didampingi secara
berkelanjutan sebanyak rata-rata 10 kali kunjungan disesuaikan dengan
berat ringannya masalah sampai keluarga tersebut mampu mengatasi masalah
gizi yang dihadapi. Oleh karena itu kunjungan hendaknya sesuai dengan
rencana yang telah dibuat sehingga pendampingan dapat dilaksanakan
secara optimal. Dalam melakukan pendampingan, kader pendamping dibekali
buku saku dan formulir pencatatan pendampingan. Kader pendamping
hendaknya bersikap ramah, sopan dan menjaga agar terjalin hubungan baik
sehingga keluarga sasaran mau menerima dan menceritakan masalah yang
dihadapi.
3. Mengidentifikasi dan mencatat masalah gizi yang terjadi pada keluarga sasaran.
Meskipun
pada saat pendataan telah diketahui masalah gizi keluarga sasaran,
namun petugas pendamping masih perlu melakukan identifikasi secara
teliti masalah gizi yang dihadapi pada saat kunjungan. Identifikasi
masalah gizi dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang
terkait dengan 5 perilaku KADARZI.
Di samping itu dilakukan
pengamatan terhadap balita atau anggota keluarga lain yang menderita
sakit, kebersihan diri dan lingkungan rumah serta pemanfaatanair bersih.
Semua hasil identifikasi tersebut harus dicatat untuk setiap sasaran
agar dapat diberikan nasehat sesuai dengan masalahnya.
4. Memberikan nasehat gizi sesuai permasalahannya.
Setelah
diketahui masalah gizi yang dihadapi keluarga sasaran, maka petugas
pendamping memberikan nasehat yang sesuai dengan masalahnya. Nasehat
yang disampaikan berisi anjuran atau cara-cara untuk mengatasi dan
mencegah terulangnya masalah yang dihadapi. Nasehat hendaknya dilakukan
secara bertahap sesuai dengan kesediaan/kesanggupan keluarga untuk
melakukan anjuran yang disampaikan dan kemajuannya akan dilihat pada
kunjungan berikutnya.
Dalam memberikan nasehat hendaknya Kader
Pendamping selalu menggunakan alat peraga dan media penyuluhan sesuai
dengan masalahnya. Nasehat yang disampaikan dicatat pada kolo nasehat
yang diisi sesuai dengan masalah dan tanggal kunjungan.
Nasehat gizi dapat berupa:
a. Mengajak sasaran setiap bulan datang ke Posyandu.
Dalam
setiap kunjungan, kader pendamping hendaknya selalu menghimbau dan
mengaja keluarga sasaran agar mau membawa anaknya ditimbang setiap bulan
di Posyandu. Untuk meyakinkan keluarga sasaran, perlu disampaikan
manfaat menimbang berat badan balita setiap bulan terhadap
pertumbuhannya.
b. Mengusahakan agar seluruh anak balita di wilayah tugasnya memiliki KMS.
Setiap
balita harus mempunyai KMS sebagai alat monitoring pertumbuhan. Oleh
karena itu kader pendamping harus mengusahakan agar seluruh anak balita
dari keluarga sasaran yang didampingi dapat memperoleh KMS, dengan cara
mengajukan usulan permintaan KMS kepada Bidan Poskesdes atau TPG
Puskesmas.
c. Menganjurkan keluarga yang mempunyai bayi 0-6 bulan untuk memberikan
ASI saja (ASI eksklusif) dan memberikan makanan pendamping ASI kepada bayinya sejak usia 6 bulan-24 bulan.
d. Menganjurkan balita atau keluarga untuk mengkonsumsi aneka ragam makanan sesuai anjuran.
e. Menganjurkan agar keluarga selalu mengkonsumsi garam beryodium.
Pada
umumnya, garam beryodium sudah tersedia di pasaran. Petugas pendamping
menjelaskan pentingnya zat yodium untuk mencegah dan menanggulangi GAKY,
serta menganjurkan agar keluarga menggunakan hanya garam beryodium
dalam hidangan sehari-hari. Dijelaskan juga cara
mengenali garam
beryodium dari kemasan dan mereknya. Lakukan pemeriksaan garam yang ada
di rumah apakah beryodium atau tidak dengan menggunakan tes yodina atau
tes amilum.
f. Menganjurkan ibu hamil untuk datang memeriksakan kehamilannya secara rutin kepada
Bidan Poskesdes minimal 4 (empat) kali selama hamil.
g. Membantu sasaran untuk mendapatkan suplemen gizi.
Untuk
membantu sasaran mendapatkan suplemen gizi, kader pendamping perlu
memberikan informasi tentang gejala kekurangan gizi (Kurang vitamin
A,kurang darah/anemia dan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium) dan cara
penanggulangannya serta memberikan anjuran tentang kapan dan dimana
dapat memperoleh suplemen gizi. Anjuran yang disampaikan yaitu sebagai
berikut:
1. Ibu hamil perlu mendapatkan dan minum tablet besi minimal 90 tablet selama hamil untuk mencegah dan menanggulangi anemia
2.
Ibu nifas perlu mendapatkan dan minum 2 kapsul vitamin A dosis
tinggi 200.000 SI (kapsul merah), 1 kapsul setelah bayi lahir dan 1
kapsul hari berikutnya atau paling lama 28 hari setelah melahirkan,
dapat diperoleh di Posyandu atau sarana kesehatan lain untuk
mencegah dan menanggulangi kekurangan vitamin A pada bayi yang disusui.
3.
Bayi umur 6-11 bulan perlu mendapatkan dan minum 1 kapsul vitamin A
dosis tinggi 100.000 SI (kapsul biru) setiap bulan Februari atau Agustus
dapat diperoleh di Posyandu atau Puskesmas untuk mencegah dan
menanggulangi kekurangan vitamin A.
4. Balita 12-59 bulan perlu
mendapatkan dan minum kapsul vitamin A dosis tinggi 200.000 SI (kapsul
merah) setiap bulan Februari dan Agustus, dapat diperoleh di Posyandu
atau Puskesmas untuk mencegah dan menanggulangi kekurangan vitamin A
5. Mengantarkan kasus rujukan dan menindaklanjuti masalah pasca rujukan/perawatan
Peran
petugas pendamping sangat penting untuk memfasilitasi supaya keluarga
yang mempunyai balita yang berat badannya tidak naik 2 kali
berturut-turut, BGM dan balita gizi buruk bersedia dirujuk. Rujukan
dilaksanakan oleh Petugas Pendamping ke Poskesdes/Puskesmas. Bagi
keluarga miskin biaya perawatan gizi buruk di Puskesmas atau Rumah Sakit
ditanggung pemerintah melalui Asuransi Kesehatan Keluarga Miskin
(Askeskin). Di samping itu, petugas pendamping agar menindaklanjuti
pelayanan pasca rujukan, misalnya memberikan konseling sesuai dengan
masalah.
6. Menyelenggarakan Diskusi Kelompok Terarah (DKT) untuk
membahas masalah gizi yang ditemukan selama kegiatan pendampingan. DKT
dilakukan sesuai masalah yang dihadapi oleh keluarga sasaran yang
difasilitasi oleh petugas pendamping dan dihadiri oleh petugas
Poskesdes. Untuk lebih memotivasi keluarga sasaran, DKT dapat
menghadirkan keluarga yang berhasil menerapkan KADARZI..
7.
Petugas pendamping menjalin kerjasama dengan Tokoh masyarakat, Tokoh
Agama, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan donatur untuk membantu
memecahkan masalah gizi keluarga melalui pertemuan kelompok kerja
KADARZI Desa.
8. Mencatat perubahan perilaku KADARZI
Petugas
pendamping mencatat perubahan perilaku keluarga sasaran pada akhir
proses pendampingan. Perubahan perilaku yang diukur meliputi lima
perilaku KADARZI .
9. Petugas merekap hasil perubahan perilaku dari seluruh keluarga yang didampingi dengan menggunakan.
Penutup
Kesehatan
adalah hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi sumber daya
manusia, serta memiliki kontribusi yang besar untuk meningkatkan Indeks
Pembangunan Manusia.Oleh karena itu menjadi suatu keharusan bagi semua
pihak untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan demi
kesejahteraan masyarakat.
Dari gambaran permasalahan yang ada maka
peran dan tanggung jawab perawat komunitas tidak lepas dari fungsi dan
perannya sendiri yang diarahkan pada upaya promotif dan preventif dalam
hal ini bertindak sebagai petugas promosi dan petugas pendamping.
Sumber :
PEDOMAN
PENDAMPINGAN KELUARGA MENUJU KADARZI, DEPARTEMEN KESEHATAN DIREKTORAT
JENDERAL BINA KESEHATAN MASYARAKATDIREKTORAT BINA GIZI MASYARAKAT, 2007
PEDOMAN
STRATEGI KIE KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI), DEPARTEMEN KESEHATAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA KESEHATAN MASYARAKATDIREKTORAT BINA GIZI
MASYARAKAT, 2007
No comments:
Post a Comment